NU BALERANTE - Mau tidak mau, umat muslim kini dihadapkan pada realitas, bahwa agama yang selama ini patuh dianutnya ternyata dilibatkan atau terlibat dalam serangkaian teror yang terjadi. Sebuah kenyataan pahit untuk mengakui bahwa agamanya melegalkan tercecernya darah kala ada pembeda. John Adair dalam buku Kepemimpinan Muhammad dari Alwiqidi di buku Al-Maghzi (penaklukan) memaparkan, terdapat 28 serangan dan 70 pertempuran yang terjadi pada 10 tahun terakhir kehidupan Nabi Muhammad.
Tentu tak mudah untuk melokalisir kisah-kisah perang zaman nabi pada etalase masa lalu saat melihatnya. Atau dengan kata lain, meletakan Islam sebagai ‘agama wahyu’ itu lebih mudah, dibanding Islam diletakan sebagai ‘agama historis’. Mengutip teori Antony Giddens tentang relasi agen dan stuktur, umat Islam sebagai sebuah agen sejak kecil sudah diyakinkan terhadap keduanya; bahwa itu merupakan panduan yang sempurna (stuktur), tidak ada keraguan di antaranya. Adagium andalan yang sering dilontarkan saat melihat realitas ialah cocok ditempatkan pada waktu dan tempat (Shohih likuli zaman wa makan) untuk keduanya.
Melalui kisah koreksi yang dilakukan oleh sahabat Hubab Al-Jamuh pada strategi perang Badar, dapat diambil pelajaran bahwa Islam saat itu terbentuk dari realitas umat. Sebagai seseorang yang baru berhijrah –belum mengetahui realita Madinah- Nabi Muhammad mendengarkan strategi yang diungkap oleh Hubab. Terbukti dengan ditandai perang Badar merupakan perang yang dikategorisasi sebagai perang pertama dalam sejarah Islam.
Perang, saat itu merupakan metode yang sudah biasa dilakukan di dataran Arab sebagai penuntasan tiap masalah. Budaya masyarakat Arab yang keras dan bergengsi tinggi diantara tiap kafilah menjadi kewajaran bila perang menjadi satu-satunya jalan keluar. Padahal jauh-jauh hari Nabi Muhammad pernah menyindir atas kondisi ini. Setelah perang Hunain, nabi membagi-bagikan seratus unta pada keempat orang terkemuka dari Suku Quraisy yang sebelumnya merupakan musuh besarnya. Sebuah laku yang kemudian berujung pada protes keras orang muslim Madinah.
Orang muslim Madinah menganggap diperlakukan secara tidak adil. Harusnya orang-orang Anshar (muslim asli Madinah) yang berhak menerima imbalan unta tersebut. Anshar yang pertama kali meyakini seruan Muhammad SAW ketika dipukul mundur saat di Makkah, Anshar pula yang pertama kali bertempur habis-habisan, tapi mengapa, saat perang usai bekas musuh yang diistimewakan. Laku ganda itu dilakukan oleh Nabi Muhammad, di satu sisi ia berlaku keras lewat perang, di sisi lain ia sangat menghormati musuh. Nabi Muhammad sedang memberi cermin terhadap budaya masyarakat Arab kala itu.
Tentu tak mudah untuk melokalisir kisah-kisah perang zaman nabi pada etalase masa lalu saat melihatnya. Atau dengan kata lain, meletakan Islam sebagai ‘agama wahyu’ itu lebih mudah, dibanding Islam diletakan sebagai ‘agama historis’. Mengutip teori Antony Giddens tentang relasi agen dan stuktur, umat Islam sebagai sebuah agen sejak kecil sudah diyakinkan terhadap keduanya; bahwa itu merupakan panduan yang sempurna (stuktur), tidak ada keraguan di antaranya. Adagium andalan yang sering dilontarkan saat melihat realitas ialah cocok ditempatkan pada waktu dan tempat (Shohih likuli zaman wa makan) untuk keduanya.
Melalui kisah koreksi yang dilakukan oleh sahabat Hubab Al-Jamuh pada strategi perang Badar, dapat diambil pelajaran bahwa Islam saat itu terbentuk dari realitas umat. Sebagai seseorang yang baru berhijrah –belum mengetahui realita Madinah- Nabi Muhammad mendengarkan strategi yang diungkap oleh Hubab. Terbukti dengan ditandai perang Badar merupakan perang yang dikategorisasi sebagai perang pertama dalam sejarah Islam.
Perang, saat itu merupakan metode yang sudah biasa dilakukan di dataran Arab sebagai penuntasan tiap masalah. Budaya masyarakat Arab yang keras dan bergengsi tinggi diantara tiap kafilah menjadi kewajaran bila perang menjadi satu-satunya jalan keluar. Padahal jauh-jauh hari Nabi Muhammad pernah menyindir atas kondisi ini. Setelah perang Hunain, nabi membagi-bagikan seratus unta pada keempat orang terkemuka dari Suku Quraisy yang sebelumnya merupakan musuh besarnya. Sebuah laku yang kemudian berujung pada protes keras orang muslim Madinah.
Orang muslim Madinah menganggap diperlakukan secara tidak adil. Harusnya orang-orang Anshar (muslim asli Madinah) yang berhak menerima imbalan unta tersebut. Anshar yang pertama kali meyakini seruan Muhammad SAW ketika dipukul mundur saat di Makkah, Anshar pula yang pertama kali bertempur habis-habisan, tapi mengapa, saat perang usai bekas musuh yang diistimewakan. Laku ganda itu dilakukan oleh Nabi Muhammad, di satu sisi ia berlaku keras lewat perang, di sisi lain ia sangat menghormati musuh. Nabi Muhammad sedang memberi cermin terhadap budaya masyarakat Arab kala itu.
SUMBER : NU Online
The Microtouch Hair Trimmer - Titanium Art
BalasHapusThe Microtouch hair fallout 76 black titanium trimmer for beginners is the perfect ion chrome vs titanium trim titanium security that will help you titanium vs stainless steel apple watch turn titanium eyeglass frames your head into a flexible braided,