بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
وَيَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى
الْبَقَاءُ وَمَعْنَاهُ أَنَّهُ تَعَالَى لَا آخِرَ لَهُ، وَالدَّلِيْلُ عَلَى
ذلِكَ أَنَّهُ لَوْ كَانَ فَانِيًا لَكَانَ حَادِثًا وَهُوَمُحَالٌ. وَيَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى
الْمُخَالَفَةُ لِلْحَوَادِثِ، وَمَعْنَاهُ أَنَّهُ تَعَالَى لَيْسَ مُمَاثِلًا
لِلْحَوَادِثِ، فَلَيْسَ لَهُ يَدٌ وَلَا عَيْنٌ وَلَا أُذُنٌ وَلَا غَيْرُ ذلِكَ
مِنْ صِفَاتِ الْحَوَادِثِ. وَضِدُّهَا الْمُمَاثَلَةُ. وَالدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ
أَنَّهُ لَوْ كَانَ مُمَاثِلًا لِلْحَوَادِثِ لَكَانَ حَادِثًا وَهُوَمُحَالٌ. وَيَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى الْقِيَامُ
بِالنَّفْسِ، وَمَعْنَاهُ أَنَّهُ تَعَالَى لَا يَفْتَقِرُ إِلَى مَحَلٍّ وَلَا
إِلَى مُخَصِّصٍ. وَضِدُّهُ الْاِحْتِيَاجُ إِلَى الْمَحَلِّ وَالْمَخَصِّصِ.
وَالدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ أَنَّهُ لَوِ احْتَاجُ إِلَى مَحَلِّ لَكَانَ صِفَةً
وَكَوْنُهُ صِفَةً مُحَالٌ. وَلَوِ احْتَاجَ إِلَى مُخَصِّصٍ لَكَانَ حَادِثًا
وَكَوْنُهُ حَادِثًا مُحَالٌ.
BAQA'
Dan Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat al-Baqā’ (kekal). Artinya, sesungguhnya Allah s.w.t. tiada akhir baginya. Dan dalil atas sifat kekalnya Allah s.w.t. adalah: seandainya Allah adalah sesuatu yang rusak (fanā’), maka tentunya Allah adalah sesuatu yang baru. Dan hal itu tidak dapat diterima akal (mustaḥīl).
MUKHALAFAH LIL HAWADIS
Dan Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat Mukhālafatu lil-Ḥawādits (berbeda dengan makhluk). Artinya, sesungguhnya Allah s.w.t. tidak menyerupai kepada segala hal yang bersifat baru (makhluk). Maka, Allah tidak memiliki tangan, tidak memiliki mata, tidak memiliki telinga dan tidak pula memiliki yang lainnya dari sifat-sifat makhluk. Kebalikannya adala sifat al-Mumātsalah(menyerupai). Dalil bahwasanya Allah s.w.t. tidak menyerupai makhluk adalah: seandainya Allah memiliki keserupaan dengan makhluk, maka tentunya Allah adalah sesuatu yang baru. Dan hal itu tidak bisa diterima akal (mustaḥīl).
QIYAMUHU BINAFSIHI
Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat al-Qiyāmu bin-Nafsi (berdiri sendiri). Artinya, sesungguhnya Allah s.w.t. tidak membutuhkan tempat dan tidak butuh pada yang mewujudkan. Kebalikannya adalah sifat al-Iḥtiyāju ilal-Maḥalli wal-Mukhashshish (membutuhkan pada tempat dan pencipta). Dalil bahwasanya Allah s.w.t. bersifat berdiri sendiri adalah: seandainya Allah s.w.t. membutuhkan pada tempat, maka Allah adalah sebuah sifat sedangkan keadaan Allah sebuah sifat adalah hal yang tidak bisa diterima akal (mustaḥīl).
Dan seandainya Allah membutuhkan pada yang menciptakan, maka tentunya Allah adalah sesuatu yang baru. Dan keadaan Allah merupakan sesuatu yang baru adalah hal yang tidak bisa diterima akal (mustaḥīl).
Donasi Pembangunan KBNU ke
No Rekening : 0976053973
Bank BNI (009)
Atas Nama : MWC NU PALIMANAN
🔆 Facebook : https://bit.ly/FBmwcNU
🔆 Instagram : https://bit.ly/IGmwcNU
🔆 Tweeter : https://bit.ly/TWmwcNU
🔆 Email : mwcnupalimanan01@gmail.com
🔆 MAP KBNU : https://maps.app.goo.gl/MiGFe3AwMZQPvnRa8
https://nubalerante.blogspot.com
https://organ1k.blogspot.com/
#Kitab Klasik
#Kajian Kitab