Seorang hakim di Yordania mencengangkan publik. Lantaran dia mencium tangan seorang terdakwa. Ternyata orang yang akan disidangnya adalah mantan gurunya sewaktu duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Sang guru diadukan ke pengadilan oleh ayah salah satu muridnya. Guru tersebut dituduh telah memukul muridnya.
Awalnya, hakim tersebut mengira terdakwa adalah orang lain yang kebetulan memiliki nama sama dengan mantan gurunya. Tetapi, pandangan tersebut berubah ketika terdakwa dibawa masuk ke ruang persidangan. Melihat terdakwa, sang hakim langsung terdiam. Beberapa saat kemudian dia membuat seluruh hadirin tercengang.
Hakim tersebut berdiri, turun meninggalkan kursinya dan menghampiri terdakwa. Di depan terdakwa, hakim itu berlutut dan mencium tangannya. Terdakwa pun kaget dengan tindakan hakim tersebut. Lantas sang hakim menjelaskan terdakwa adalah guru yang mengajar dia waktu masih duduk di bangku SD.
"Ketika hakim melihat terdakwa, dia menghampiri, mencium tangan dan berkata, 'Ini adalah bentuk pengormatan saya kepada Anda, guru saya," ujar seorang sumber pengadilan, dilansir harian Yordania.
Hakim yang dulu menjadi murid dari guru tersebut mengerti benar, pukulan dari guru itu bukanlah kekerasan. Pukulan itu tidak menyebabkan sakit dan tidak melukai. Hanya sebuah pukulan ringan untuk membuat murid-murid mengerti akhlak dan menjadi lebih disiplin. Pukulan seperti itulah yang mengantarnya menjadi hakim seperti sekarang.
Peristiwa yang terjadi di Jordania pada pekan lalu dan dimuat di salah satu surat kabar Malaysia ini sesungguhnya merupakan pelajaran berharga bagi kita semua sebagai orangtua. Meskipun kita tidak tahu persis kejadiannya secara detil, tetapi ada hikmah yang bisa kita petik bersama.
Dulu, saat kita “nakal” atau tidak disiplin, guru biasa menghukum kita. Bahkan mungkin pernah memukul kita. Saat kita mengadu kepada orangtua, mereka lalu menasehati agar kita berubah. Hampir tidak ada orangtua yang menyalahkan guru karena mereka percaya, itu adalah bagian dari proses pendidikan yang harus kita jalani.
Buahnya, kita menjadi mengerti sopan santun, memahami adab, menjadi lebih disiplin. Kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang hormat kepada guru dan orangtua.
Lalu saat kita menjadi orangtua di zaman sekarang… tak sedikit berita orangtua melaporkan guru karena telah mencubit atau menghukum anaknya di sekolah. Hingga menjadi sebuah fenomena, seperti dirilis di Kabar Sumatera, guru-guru terkesan membiarkan siswanya. Fungsi mereka tinggal mengajar saja; menyampaikan pelajaran, selesai.
Bukannya tidak mau mendidik muridnya lebih baik, mereka takut dilaporkan oleh walimurid seperti yang dialami teman-temannya. Sudah beberapa guru di Sumatera Selatan dilaporkan walimurid hingga harus berurusan dengan polisi.
Semoga tulisan ini, bagi kita para orangtua atau walimurid, bisa membangun hubungan yang lebih baik dengan guru. Kita bersinergi untuk menyiapkan generasi masa depan. Bukan hubungan atas dasar transaksi yang rentan lapor-melaporkan. [Muchlisin BK/Kisahikmah.com]